
Mengurai Keruwetan Berpikir dengan Self Healing
Akhir tahun lalu ditutup dengan kesadaran penuh untuk mengenal diri sendiri. Saya akhirnya mendapat kesempatan ikut kelas terapi self-healing yang diadakan oleh Malang Family Project (sebuah project event yang saya dan teman-teman lakukan) bersama seorang psikolog, Galuh Andina.
Ngapain sih ikutan self-healing segala?
Setiap dari kita pasti memiliki masalahnya masing-masing. Dalam hidup setiap episodenya pasti pernah merasakan dikecewakan orang, dibohongi, dicaci maki, merasa kesepian, amarah yang tak kunjung usai, penyesalan-penyesalan yang tak berujung dan emosi-emosi negatif lainnya.
Emosi-emosi negatif yang tidak dikendalikan, dibiarkan dan diendapkan bertahun-tahun ini bisa jadi bom waktu dan meledak di permukaan kelak.
Saya pernah mengalaminya. Saat pertama kali memiliki anak. Ada banyak hal di masa lalu yang (ternyata) belum terselesaikan dengan baik, yang belum saya ‘sembuhkan’ total.
Dampaknya?
Banyak sekali! Terutama bagaimana respon saya dalam menghadapi anak dan pasangan. Ketika anak melakukan sesuatu di luar ekspektasi, saya merespon dengan sikap amarah, membentak dan seketika berubah menjadi monstermom! Saya bahkan mengalami baby blues pasca melahirkan.
Baca: Baby Blues Pasti Berlalu
Padahal persoalannya sesepele menumpahkan air ke lantai atau kesandung meja makan yang menyebabkan dia jatuh. Saya malah berbalik mengomelinya. Saya merasa khawatir (berlebihan), kesal, sedih dan emosi negatif lainnya bercampur aduk menjadi satu.
Ternyata faktornya bukan hanya CAPEK tapi ada persoalan-persoalan di masa lalu yang belum terurai dengan baik, yang saya endapkan sekian lama dan tidak di manage dengan baik.
Nah, itulah pentingnya self-healing.
Self-healing berguna banget untuk menelaah kembali permasalahan yang belum usai di masa lalu. Mengurai keruwetan berpikir akan emosi dan memori masa lalu yang kita simpan jauh di alam bawah sadar. Ini menjadi salah satu cara untuk mengenali kebutuhan diri sendiri, memahami pikiran dan membereskan persoalan-persoalan dalam diri sendiri.
Bagaimana memulai self-healing?
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan untuk keluar dari bayang-bayang luka batin masa lalu. Kata Mbak Galuh, self-healing membutuhkan proses yang nggak sebentar dan nggak sekali dua kali. Harus rutin dan berkali-kali. Boleh dibilang self-healing ini seperti muhasabah, evaluasi diri.
Dan masing-masing dari kita sebenarnya memiliki kekuatan untuk menyembuhkan diri sendiri. Persoalannya, mau atau tidak. Mau terus ‘berkubang’ dalam kelamnya masa lalu? Atau bangkit agar menjadi diri yang lebih baik? Ya pilihannya ada di kamu sendiri.
Nah tahap-tahap dalam kelas self-healing kemarin bisa juga diterapkan sendiri di rumah.
1. Menulis
Mbak Galuh mengawali kelas dengan berdoa dan mengajak peserta untuk jujur pada diri masing-masing akan masalah-masalah yang telah lama dipendam. Di sini kita diajak self-talk, ngomong ke diri sendiri selama ini apa sih yang kita inginkan dalam hidup? Apa yang membuat kita ‘sakit’ hati? Apa harapan-harapan selanjutnya? Nah semua ini ditulis di sebuah catatan kecil.

Pada sesi ini peserta diminta menulis serat-serat harapan mereka
- Tulis sebanyak-banyaknya harapan-harapan yang kita mau, yang ingin dilakukan ke depan. Tanpa ada filter. Tulis aja semua.
- Setelah itu baca ulang diantara harapan-harapan yang sudah ditulis tadi mana sih yang benar-benar ‘urgent’? Mana yang benar-benar itu dari hati? Bukan harapan-harapan karena sebab orang lain. Bukan karena tuntutan sosial. Tapi ya karena itu datang dari dirimu sendiri.
Baca: Jadi Blogger Modal Nulis Aja Enggak Cukup
Kemarin saya sempat nulis hampir 20an list harapan. Lalu saya pilih yang benar-benar itu butuh dan harus ‘segera’ dilaksanakan. Misalnya, menjaga hubungan dan silaturrahmi dengan orang tua. Agar lebih santai, harmonis dan tidak berjarak.
Asli sih saya sempat berkaca-kaca nulis ini. Diantara harapan-harapan yang sifatnya duniawi, Mbak Galuh mengingatkan saya kembali bahwa keinginan manusia yang banyak sekali itu, kadang-kadang ada hal yang terlupa yang justru itulah pembuat jalan kesuksesan. Yakni ridho orang tua. Saya malah nulis harapan soal orang tua itu di list agak akhir. Sedih kan astagfirullah hal ‘adzim 🙁
Menulis ini tujuannya untuk mengurai mana sih yang benar-benar penting? Mana harapan yang kudu segera diwujudkan? Dan bentuk refleksi diri agar tidak terlalu stress saat apa yang kita inginkan belum tercapai.
Kadang-kadang apa yang ingin kita capai, harapan yang belum kesampaian, bisa jadi karena itu kesalahan pribadi kita. Misalnya berbuat salah pada orang tua. Jadi evaluasi dan perbaiki kesalahan-kesalahan kita. -Galuh Andina, psikolog-
Oya menulis ini bisa dilakukan rutin di catatan pribadi. Bisa menulis gratitude journal, menulis ekspresif apa yang dirasakan saat itu, menulis apa pun lah. Saya lagi rutin nih nulis gratitude journal dan hasilnya memang ngaruh. Saya jadi lebih bisa mengontrol emosi, nggak terlalu banyak mengeluh dan lebih santuy! Hehe.
2. Self talk
Sesi ini cukup menguras air mata. Siap-siap tisu yang banyak lah hehe. Mbak Galuh mengajak para peserta untuk berdialog dengan diri sendiri. Jujur pada diri sendiri, mendengar suara batin kita sendiri. ‘Memanggil’ memori yang lalu dan ‘menyuntikkan’ kata-kata yang membangkitkan.
Pada sesi ini mbak Galuh meminta peserta berdiri saling berhadapan. Lalu salah satu dari kami ‘seolah-olah’ menjadi ayah/ibu/anak dari peserta lain dengan ‘meminjam’ suara mereka. Tentu saja dengan dipimpin mbak Galuh.
Misalnya jika kita pernah mengalami masalah yang berat dalam hidup, rasakan ‘sakitnya’, akui jika memang itu nggak enak sebab kan kadangkala tak mengapa bila kita tak baik-baik saja.
Tapi tapi jangan kemudian terlalu larut. Ingat, kita punya Allah yang Maha Penolong. Minta aja sama Yang Maha Penolong. Dan menyugesti diri kalau kita bisa kok melewatinya. Habiskan jatah ujian dan jatah gagal kita!
Self-talk bisa dilakukan rutin setelah salat atau di saat sedang rileks.
3. Memaafkan bukan Melupakan
Tentu ada banyak hal yang membuat hati kita terluka. Entah karena inner child yang belum selesai, karena kesalahan diri sendiri, karena hal-hal yang di luar ekspektasi.
Caranya bukan melupakan tapi memafkan dan mengikhlaskan. Kata Mbak Galuh semakin kita berusaha melupakan maka luka masa lalu itu akan semakin muncul ke permukaan dan bisa DHUAAARR.. meledak jadi emosi.
4. Move On!
Letakkan masa lalu pada tempatnya. Sebab mantan itu kan cukup dikenang, bukan buat diulang *eaaaa*
Melangkah ke sesuatu yang lebih baik bikin hidup lebih lega sih. Move on nggak mesti maju terus ke depan kok. Adakalanya perlu geser ke kanan dulu atau ke kiri. Yang penting diperbaiki.
5. Perbaiki Hubungan dengan Allah dan Orang tua
Dari awal sampai akhir sesi kelas hal ini yang paling ditekankan sama Mbak Galuh.
Lagi banyak masalah? Lagi suntuk?
Coba cek gimana hubungan kita sama Allah?
Apa kabar hubungan kita sama orang tua?
Jangan-jangan selama ini kita terlalu sibuk pada hal-hal duniawi sampai lupa pada mereka.
Seperti yang dikisahkan mbak Galuh, suatu kali bisnis onlinenya mengalami kemerosotan. Dia evaluasi mulai dari A – Z kayaknya semua sudah dilakukannya. Hingga suatu kali dia berinisiatif untuk meminta maaf pada ibunya. Nggak lama berselang beberapa hari kemudian, bisnis onlinenya kembali seperti semula. Semacam AHA JLEB moment ya.
Setelah ikutan kelas ini saya jadi lebih lega dan jadi lebih sayang sama diri sendiri, sama anak, pasangan dan memaafkan yang telah lalu. Plong dah rasanya! Next, mau sering-sering self-healing biar pikiran nggak ruwet-ruwet amat hehe.
January 16, 2020 at 4:45 pm
Hulft setiap ada pembahasan seperti ini aku tuh pengen ikutan diterapis deh…
Kayanya lelah banget aku tuh,
Kaya ada yg salah tapi apa, sibuk nyalahin orang lain.
Tapi instrospeksi diri kurang.
Butuh bimbingan mendalam untuk hal hal seperti ini ya mba.
January 27, 2020 at 10:22 pm
bisa mba ikutan kelas ini yuk dicoba sapa tahu bisa terurai pikirannya hehe
January 16, 2020 at 7:15 pm
Tidak bisa rasanya melupakan ya, tapi dengan memaafkan akan membuat beban sedikit berkurang.
Dan memang, memperbaiki hubungan dengan Allah dan orang tua, bikin auto merasa lebih baik, lebih tenang dan damai 🙂
Pengen deh ikutan kayak gini 🙂
January 27, 2020 at 10:24 pm
yuuk mbak Rey kalo di Surabaya ada nanti aku ajak yaa
January 17, 2020 at 8:30 pm
Wah mbak, aku juga pernah ikutan Workshop Self Emotional Heling loh. Pas hari pertama rasanya capeekk dan pusing-pusing karena betul-betul menggali masa lalu
January 27, 2020 at 10:26 pm
iyaa banget super draining sih ikutan healing gini
kata psikolognya kalo masih kerasa pusing2 berarti ada hal yang belum bener2 dilepas atau diikhlaskan 🙂
January 17, 2020 at 11:10 pm
Saya semakin sering membaca pendapat kalau self talk itu bagus. Saya sudah sejak lama melakukannya. Dulu sih gak tau kalau secara teori memang bagus. Cuma saya memang merasa jadi lebih nyaman aja kalau sedang ruwet pikiran trus melakukan self talk
January 27, 2020 at 10:27 pm
heem lebih plong yaa
jadi kayak muhasabah gitu
January 18, 2020 at 6:29 am
Masya Allah, aku bacanya kok jadi ikutan haru yaaaa. Tapi banyak insight yang aku dapat dari sini mbak… Makasih bangt yaaa. Aku juga mau self healing dulu deh, perlu banget kayaknya aku. Noted. Yang utama, perhatikan hubungan dengan Allah dan orangtua
January 27, 2020 at 10:27 pm
sama2 🙂 smoga kita bisa selalu menjaga hubungan sama Allah dan ortu ya
January 18, 2020 at 7:25 am
Baca tulisan ini saja saja, saya ikut berkaca-kaca. Terima kasih banyak sudah menulis tentang self-healing. Memaafkan memang lebih mudah dibanding berusaha melupakan, karena seringnya melupakan itu hampir nggak mungkin ya.
Wah, mau nih saya ikutan kalau ada acara seperti ini.
January 27, 2020 at 10:28 pm
:”) aku juga pas nulis ini jadi kayak kontemplasi lagi hehe
January 18, 2020 at 9:42 am
Aku pernah mbaa ikutan self healing ini bareng sama teh fufu kang canun nyebutnya cleansing. Wah itu sih terbaper parah karena ya bener manusia itu penuh dg beberapa tumpukan kekecewaan dan diri yg belum berdamai
January 27, 2020 at 10:29 pm
dan itu kudu di release yaa memang. rasanya jadi plong yaa
January 18, 2020 at 1:03 pm
Setuju banget kalau menulis dibilang self healing. Bahkan kenalanku yang gagap ngomongnya bisa sembuh dengan menulis.
January 27, 2020 at 10:29 pm
waah masya Allah keren!
brp tahun tuh mba terapi nulisnya?
January 19, 2020 at 7:04 am
Aku kayanya butuh banget nih terapi self healing.
Aku ngerasa kok gampang banget marah karena hal-hal sepele, dan gak bisa lepas dari masa lalu yg menyakitkan. Jadi dikit dikit inget kesalahan orang ke kita. Astaghfirullah.. berat bgt mba rasanya
January 27, 2020 at 10:30 pm
iya mbak memang berat. i’ve been there
minta pertolongan sama Allah ya mbaa dan nggak usah sungkan ke psikolog atau orang terdekat yang bisa mbak percaya 🙂
January 19, 2020 at 10:57 am
Awal aku nulis juga dahulu sebagai self healing selain memang aku suka membaca berbagai jenis buku, dan ketika itu aku punya masalah yang cukup pelik serta hilangnya rasa percaya diri, setelah menulis akhirnya keterusan sampai sekarang kerasa banget, emosi lebih stabil. Tapi memang proses self healing masih panjang dan banyak seperti self talk, memcoba membangun aura positif dari diri sendiri, perlahan sedang aku coba nih sambil cari tahu siapa tahu ada mentor yang spesial membantu self healing. Thanks mbak, sudah berbagi.
January 27, 2020 at 10:31 pm
sesimpel nulis gratitude jurnal secara rutin itu udah membantu banget loh mbak.
aku pernah nyobaa
January 20, 2020 at 3:32 am
Aku jadi pengen ikutan self healing gini deh supaya hidup jadi lebih tenang lagi. Merasa tahun lalu terlalu banyak kecewa sama diri sendiri.
January 20, 2020 at 8:27 am
Self healing dengan melakukan self talk, nah ini yang kadang susah mba, aku pribadi jujur pada diri sendiri sangat susah, terkadang mengingkari nya dengan alasan pembenaran untuk kebaikan bersama, duh padahal ini salah yah.. aku mesti benahi nih, biar hidup lebih tenang, nyaman dan bahagia 🙂
January 27, 2020 at 10:32 pm
semangaaat semoga dimudahkan yaa mbak ^^
January 20, 2020 at 10:13 am
Terimakasih ya mbak..
Tulisannya bermanfaat…
Saya juga sepertinya perlu melakukan ini.
Ini jadi salah satu langkah manajemen emosi juga ya mbak?
January 27, 2020 at 10:33 pm
yupp betul bisa disebut gitu juga
ini lebih luas sih cakupannya. soalnya menyentuh sisi inner child juga
January 22, 2020 at 5:07 am
Wah makasih, sharing ya, mbak. Mungkin nanti bisa saya praktikkan beberapa poin self healingnya
January 27, 2020 at 10:34 pm
siaaapp sama2 mbaa 🙂
January 22, 2020 at 10:42 am
Ternyata banyak manfaat dari self healing ini ya Mbak. Saya juga sepertinya merasakan hal yang sama sampai-sampai mudah sekali emosi menghadapi anak yang masih belun ngerti apa-apa karena hal2 sepele saja. Dari langkah-langkah self healing yang disebutkan di atas, berarti bisa jurlga rutin kita lakukan secara mandiri ya?
January 27, 2020 at 10:38 pm
insya Allah bisa mba. dimulai dari nulis jurnal aja dulu
yang simpel2 🙂